Minggu, 15 Januari 2012

BARITO UTARA DALAM INTEGRASI BUDAYA DAN INTEGRITAS BHINEKA

Coba kita lihat singkatan dari "DISBUDPARPORA". Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga. Panjang dan berbobot untuk sebuah nama dinas. Betapa banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh dinas ini dalam melakukan program dan kegiatan. Kebudayaan di Kabupaten Barito Utara yang "too much", membuat dinas ini perlu sekali melakukan rekonsiliasi mengenai seluk beluk budaya yang dipegang oleh rakyat Barito Utara. Mulai dari sistem kesukuan, harfiah kebahasaan dan kondisi sosialitanya. Cerita dan legenda yang memungkinkan untuk diadaptasi dalam story of North Barito regency mungkin perlu disusun. Bayangkan, Barito Utara yang memiliki banyak suku. Dayak Ma'anyan, Dayak Taboyan, Dayak Ot Danum, Dayak Bakumpai, Dayak Hulu, Dayak Hilir, Dayak Kapuas, Dayak Kahayan, Dayak Bintang Ninggi, Dayak Siang, Jawa, Banjar, Bugis, Batak dan masih banyak lagi suku yang mendiami kabupaten seribu riam ini. Namun, hal yang amazing atau luar biasa dari hal ini adalah penerimaan sistem Bhineka Tunggal Ika yang sangat terbuka. Aneh dan perlu disyukuri bersama, War, nothing !!!.
Karungut yang dilantunkan, Dongkoi yang dimelodikan, mungkin akan tinggal sejarah. Hentakan Tari Giring Giring, mistisme Tari Balian Dadas dan Balian Bawo, serta eksotika Tari Mandau juga terancam menjadi perkara yang kadang dilupakan dan kadang diingat. Timbulnya kekurangperhatian remaja akan hal ini akan menjadi dosa turunan pada jika tidak diantisipasi. Globalisme yang memformalitaskan unsur kebudayaan asli sangat nampak sekali. Biarpun ada kompetisi kebudayaan dan kesenian, tapi hanya sebatas pembuktian atas kemampuan menyajikannya, tidak lebih dari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar